Di antara sekian banyak tokoh yang tampil dalam Perjanjian Lama, sosok Malaikat TUHAN (Malakh YAHWEH) adalah salah satu yang ”misterius”. Dikatakan demikian karena tidak banyak deskripsi yang diberikan mengenai sosok ini, sekalipun Sang Malakh YAHWEH muncul beberapa kali dalam ruang dan waktu yang berbeda. Siapakah sosok nan ”misterius” ini? Dan mengapa pula Ia dihubungkan dengan keilahian Yesus yang kontroversial itu?
Sebelum menggeledah lebih jauh, baiklah kita mencatat beberapa hal yang segera menarik perhatian kita kepada sosok Malakh YAHWEH ini. Pertama, sebutan yang diberikan kepadaNya, Malakh YAHWEH atau Malaikat TUHAN, bukanlah sebutan biasa. Rupanya sosok ini tidak bisa disamakan begitu saja dengan mahluk-mahluk malaikat yang juga kerap muncul dalam penuturan Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Nama YAHWEH (TUHAN) yang dilekatkan pada sosok ini bahkan membuat Ia nampak lebih khusus lagi.
Kedua, sosok ini muncul dalam semua jenis kitab yang ada dalam Perjanjian Lama. Ia muncul dalam tiga kitab Taurat (Kejadian, Keluaran, Bilangan); dua kitab Sejarah (Hakim-Hakim, Raja-Raja); satu kitab Sastra (Mazmur) dan satu kitab Nubuat (Zakharia). Mengingat proses pembentukan kitab-kitab tersebut yang merentang selama lebih dari 1000 tahun, kita dapat mengatakan bahwa Malakh YAHWEH adalah sosok yang secara konsisten dipandang sebagai semacam ”Pandito Ratu” oleh berbagai generasi kaum Ibrani.
Ketiga, Ia hanya muncul dalam Perjanjian Lama. Kita tidak akan menemukan sosok ini dalam Perjanjian Baru. Ia seolah ”lenyap” saat datangnya jaman Perjanjian Baru. Apa yang terjadi? Apakah para penulis Perjanjian Baru gagal merekam kehadiranNya?
Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, Alkitab tidak banyak memberikan deskripsi mengenai Malakh YAHWEH. Namun demikian, Alkitab mencatat beberapa pertemuan antara sosok ini dan manusia. Alkitab juga mencatat percakapan yang terjadi dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Dari catatan-catatan ini kita memperoleh sejumlah data yang dapat digunakan untuk menguak sosok ini. Mengingat keterbatasan tempat, kita tidak akan membahas semua catatan tersebut dalam artikel ini. Untuk saat ini, cukuplah kita menyimak tiga moment pertemuan Malakh YAHWEH dan manusia yang masing-masing dicatat dalam Kejadian 16, Kejadian 22 dan Hakim-Hakim 2.
Kejadian 16:7-13 mencatat pertemuan Malakh YAHWEH dan Hagar, istri Abram (Abraham). Pertemuan ini terjadi di ”…dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur…” ketika Hagar tengah melarikan diri karena persoalan rumah tangga yang dihadapinya. Setelah memerintahkan Hagar untuk kembali ke rumahnya, Sang Malakh YAHWEH berjanji (ayat 10): ”Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya.” Perhatikanlah bahwa janji ini serupa dengan janji Allah kepada Abram sebagaimana yang dicatat dalam Kejadian 15:5. Kuasa untuk membuat keturunan, yaitu kuasa untuk menciptakan kehidupan, hanya dimiliki oleh Allah. Jika Malakh YAHWEH menjanjikan bahwa Ia akan membuat keturunan Hagar sangat banyak, itu berarti Ia mengklaim memiliki kuasa yang hanya dimiliki oleh Allah. Dengan kata lain: Ia mengidentikkan diriNya dengan Allah.
Namun demikian, pada ayat ke 11 dari Kejadian 16 tersebut Sang Malakh YAHWEH berkata demikian: ”…sebab TUHAN telah mendengar….” Ada yang janggal disini, mengapa Ia tidak berkata: ”…sebab Aku telah mendengar…”? Jelas disini Ia membedakan diriNya dari Allah (TUHAN/YAHWEH). Sang Malakh YAHWEH menempatkan diriNya sebagai utusan Allah. Jadi, kalau pada ayat 10 Ia mengidentikkan diriNya dengan Allah, maka pada ayat 11 Ia justru membedakan diriNya dari Allah.
Sekarang, mari kita simak Kejadian 22:11-12. Bagian ini mencatat pertemuan Malakh YAHWEH dan Abraham tepat di saat Abraham tengah bersiap untuk mempersembahkan putranya. Pada ayat 12 kita dapat membaca ucapan Sang Malakh YAHWEH: ”Jangan bunuh anak itu…, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Dalam ucapan ini kita menemukan data yang sama dengan yang kita temukan pada Kejadian 16 di atas. Di satu sisi, Sang Malakh YAHWEH membedakan dirinya dari Allah (”…telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah,…”). Di sisi lain, Ia mengidentikkan diriNya dengan Allah (”…engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.”)
Pada ayat ke 17 dari Kejadian 22 ini Sang Malakh YAHWEH memberikan janji yang sama dengan janji yang pernah diberikanNya kepada Hagar: ”…maka Aku akan…membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit….” Namun bila kepada Hagar janji itu diberikan atas namaNya sendiri, kali ini janji itu diberikanNya sebagai wakil Allah. Kembali kita melihat bagaimana Sang Malakh YAHWEH mengidentikkan sekaligus membedakan diriNya dengan Allah.
Sebagai contoh terakhir, mari kita simak Hakim-Hakim 2:1-3. Pada bagian ini kita membaca bagaimana Malakh YAHWEH menyatakan bahwa diriNya-lah yang telah menuntun Israel keluar dari Mesir dan membawa mereka ke negeri perjanjian. Sekaligus Ia memperingatkan Israel untuk tidak mengikat perjanjian dengan pihak lain. Lalu dengan nada marah Ia berkata: ”Tetapi kamu tidak mendengarkan firman-Ku.” Apa yang diucapkan oleh Malakh YAHWEH dalam ayat-ayat ini jelaslah hanya mungkin diucapkan oleh Allah sendiri. Sebab, dari sejarah Israel kita tahu bahwa Allah-lah yang menuntun Israel keluar dari tanah Mesir, Allah-lah yang mengikat perjanjian dengan nenek moyang Israel.
Penulis Kitab Hakim-Hakim mencatat reaksi Israel setelah mendengar ucapan Malakh YAHWEH di atas sebagai berikut (ayat 5): ”Setelah Malaikat TUHAN mengucapkan firman itu kepada seluruh Israel, menangislah bangsa itu dengan keras. …. Lalu mereka mempersembahkan korban di sana kepada TUHAN.” Mengapa si penulis tidak mencatat demikian: ”Lalu mereka mempersembahkan korban di sana kepada Malaikat TUHAN”? Tentu saja yang dimaksud si penulis ialah bangsa Israel mempersembahkan korban kepada Sang Malakh YAHWEH. Namun, si penulis juga ingin mempertahankan konsistensi pengkisahan Malakh YAHWEH dengan kisah-kisah serupa yang muncul dalam Kitab-kitab Taurat — yang nota bene adalah kitab-kitab dasar dalam Kanun Ibrani. Jadi, di satu sisi Sang Malakh YAHWEH digambarkan memiliki otoritas seperti Allah, dan di sisi lain Ia dibedakan dari Allah.
Di dalam Perjanjian Lama kita tidak akan menemukan sosok lain yang menyatakan dirinya dengan dua sisi seperti ini — berbeda namun identik dengan Allah. Bila kita membaca Perjanjian Baru, sosok ini mengingatkan kita pada Yesus Kristus yang berulang kali menyatakan diriNya identik sekaligus berbeda dengan Allah. Dalam Yohanes 10:30, dengan tegas Yesus mengidentikkan diriNya dengan Allah: ”Aku dan Bapa adalah satu.” Begitu pula dalam Yohanes 14:9 ”Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa…” Atau Yohanes 14:11 ”Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku;…”
Sebaliknya, Yesus juga menyatakan bahwa Ia dapat dibedakan dari Allah. Dalam Yohanes 5:18, Yesus berkata: ”…sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya;…” Pada ayat 26 dari pasal yang sama kita dapat membaca pernyataan Yesus: ”Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.”
Bahwa Yesus mengidentikkan sekaligus membedakan diriNya dari Allah juga terlihat dalam cara Yesus menyebut diriNya sebagai ”Anak” dan menyebut Allah sebagai ”Bapa”. Ini bukan berarti Yesus bermaksud menyatakan Allah pernah beristri dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Yesus. Tidak, bukan itu maksud Yesus. Bahkan Yesus pun pasti menolak jika dikatakan Allah itu memperanakkan atau diperanakkan. Metafor ”Bapa-Anak” digunakan Yesus untuk menggambarkan betapa dekat-melekatnya hubungan antara diriNya dengan Allah. Serentak dengan itu metafor ini juga menggambarkan bahwa keduanya tidak dapat dicampuradukkan. Yesus dan Allah satu dalam dzat-hakekat (esensi), tetapi tetap berbeda dalam pribadi.
Sampai disini kita dapat melihat adanya kesamaan antara sosok Malakh YAHWEH yang misterius dalam Perjanjian Lama dan Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru. Maka kita pun memperoleh titik terang untuk menyingkap misteri ini, yaitu kita patut meyakini bahwa Sang Malakh YAHWEH tidak lain dan tidak bukan adalah bayang samar Yesus Kristus sebelum Ia dilahirkan ke dunia ini sebagai manusia. Keyakinan ini ditopang oleh tiga pertimbangan lain. Pertama, seperti yang sudah disebutkan diawal tadi, sosok Malakh YAHWEH hanya dikenal pada masa Perjanjian Lama, sedang pada masa Perjanjian Baru sosok ini tidak pernah dijumpai lagi. Mengapa? Karena pada masa Perjanjian Baru itu Ia telah menjelma menjadi manusia.
Pertimbangan kedua adalah fakta bahwa Allah tidak mungkin dilihat oleh manusia. Allah hanya dapat dilihat melalui sosok yang berbeda namun identik dengan Allah. Alkitab bersaksi: ”Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” (Yohanes 1:18). Jadi, Allah hanya dapat dilihat melalui Anak Tunggal Allah, yaitu Yesus Kristus. Orang-orang dalam masa Perjanjian Lama pun tak dapat melihat Allah. Mereka hanya dapat melihatNya melalui penampakan Sang Malakh YAHWEH, yang tak lain adalah Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah itu.
Pertimbangan ketiga berhubungan dengan keilahian Yesus, yaitu bahwa Yesus Kristus memiliki dzat-hakekat yang sama dengan Allah. Kesamaan dzat-hakekat ini dimungkinkan karena Ia adalah Firman yang keluar dari Allah (Yohanes 8:42). Dengan demikian, sebelum Ia lahir ke dunia ini sebagai manusia Ia telah ada bersama dengan Allah (pra-ada, pra-inkarnasi, pra-eksisten). Bahkan Ia hadir ketika Allah menciptakan dunia ini. Sebab penciptaan Allah itu tidak mungkin terjadi tanpa kehadiran Sang Firman. Dan memang benar bahwa Allah dan FirmanNya tidak dapat dipisahkan. Tidak ada saat dimana Allah hadir tanpa kehadiran FirmanNya. Firman itu qodim (kekal) dan qoimah (melekat) dengan Allah. Atau dalam kata-kata Kitab Injil Yohanes 1:1 ”Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”
Bagi umat Kristen, perayaan Natal tidaklah sama dengan perayaan ulang tahun kelahiran sebagaimana yang biasa dirayakan manusia dalam hidupnya setiap tahun. Umat Kristen merayakan Natal untuk mengucap syukur dengan penuh sukacita atas peristiwa ketika Firman Allah itu nuzul (turun) ke dunia ini. Firman itu masuk ke dalam sejarah manusia dari keberadaanNya yang qodim dan qoimah dengan Allah tadi. Namun, berbeda dengan umat agama lain, bagi umat Kristen, Firman itu tidak nuzul menjadi kitab di dunia ini, tetapi nuzul menjadi manusia, dengan sebutan Yoshua Ha-Masiah, alias Isho de-Mesiha, alias Isa Almasih, alias Yesus Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar