Kamis, 24 Maret 2016

PERBEDAAN KRISTEN KATOLIK ROMA DAN KRISTEN PROTESTAN


Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan merupakan dua mazhab (aliran) di kalangan Kekristenan yang sering menjadi perhatian. Kedua aliran ini memiliki beberapa perbedaan yang hingga saat ini tidak dapat disatukan.

Saat ini terjadi kesalahpahaman banyak orang terhadap istilah "Kristen", yang seringkali hanya diidentikkan dengan Kristen Protestan. Definisi Kristen secara umum adalah sebuah kepercayaan monoteistik yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus (Isa Al-Masih) menurut kitab Perjanjian Baru. Sebagian besar denominasi agama ini meyakini bahwa Yesus Kristus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, serta Juruselamat / Mesias yang telah dinubuatkan dalam kitab Perjanjian Lama. Kekristenan mula-mula muncul sejak para rasul / murid-murid Yesus Kristus disebut pertama kali sebagai "Kristen" di Antiokhia (Kis 11:26).

Istilah "Kristen" berasal dari kata dalam bahasa Yunani "χριστιανος" / "Kristianos" yang berarti "Pengikut Kristus". Dalam perkembangannya, Kekristenan pecah menjadi tiga aliran (gereja) besar karena perbedaan pendapat para pengikutnya, yakni Kristen Ortodoks; Kristen Katolik Roma; dan Kristen Protestan. Jadi, dalam hal ini, istilah "Kristen" tidak hanya identik dengan Kristen Protestan, misalnya pertanyaan "Kamu Kristen atau Katolik?" Padahal dalam pengertiannya, Katolik juga termasuk salah satu aliran dalam agama Kristen.

Kontroversi yang juga sering mengemuka di kalangan non-Kristen adalah bahwa Kekristenan mengakui ada tiga Tuhan. Padahal, sama seperti Yahudi dan Islam, Kristen mempercayai hanya ada satu Tuhan atau Allah Yang Esa, dan juga merupakan salah satu agama Monoteisme yang bermula dari Abraham (Ibrahim) (Mrk 12:29). Perbedaannya adalah, umat Kristen mempercayai bahwa di dalam Satu Wujud Allah tersebut terdiri dari Tiga Pribadi yang sama esensi-Nya, sama kedudukan-Nya, sama kuasa-Nya, dan sama kemuliaan-Nya (Mat 28:19). Ketiga Pribadi Allah di dalam iman Kristen tersebut, yakni Bapa (Pribadi Allah sebagai Sang Pencipta / Patriarkh / Pelindung), Putra (Yesus Kristus, Firman Allah yang menjelma menjadi manusia) (Yoh 1:1-5), dan Roh Kudus (Roh Allah yang ada di hati tiap manusia dan menuntun / membimbing manusia untuk melakukan setiap Firman dan kehendak-Nya) (Yoh 14:15-17). Tetapi ketiganya tetap merupakan satu Tuhan / Allah Yang Esa yang disebut sebagai "Allah Tritunggal".

Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara aliran Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan.


KEPAUSAN

Paus Fransiskus
Perbedaan mendasar Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan yang pertama adalah, umat Kristen Katolik Roma memiliki Paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik yang bertahta di Vatikan. Yang dianggap sebagai Paus pertama adalah Paus Santo Petrus, salah satu dari 12 rasul / murid Yesus Kristus, walaupun semasa hidupnya Petrus tak pernah mendirikan agama. Dari kemunculan agama Kristen sejak abad pertama hingga saat ini sudah ada sekitar 300-an Paus. Paus yang saat ini menjabat adalah Paus Fransiskus, yang mulai menjabat sejak tahun 2013 menggantikan Paus Benediktus XVI. Akan tetapi, umat Kristen Protestan tidak mengakui / memiliki pemimpin tertinggi layaknya Kristen Katolik Roma. Hal ini memicu perpecahan di kalangan Kekristenan pada abad pertengahan. Alasannya dapat ditelusuri dari abad pertengahan di Eropa.


Pada zaman itu, Paus Leo X ingin membangun gereja terbesar dan terindah di dunia yang disebut "Basilika Santo Petrus" di Vatikan. Pembangunan gereja ini dimaksudkan untuk menggantikan Basilika Santo Petrus yang lama. Karena kekurangan dana, Paus Leo X kemudian mengambil langkah-langkah yang sebenarnya melenceng dari ajaran Kristen Katolik Roma sendiri, yakni salah satunya dengan cara menjual "surat indulgensia" / "surat pengampunan dosa". Hal itu kemudian memicu protes pada tahun 1517 dari salah seorang pendeta Jerman bernama Martin Luther dengan 95 dalilnya yang dikenal dengan "95 dalil Luther", yang menegaskan bahwa keselamatan manusia semata-mata hanya oleh karena anugerah Allah di dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus, dan bukan melalui tradisi gereja (otoritas Paus; hakikat penitensia; dan manfaat indulgensia), serta amal perbuatan baik manusia. Karena kritiknya itu, Martin Luther kemudian memisahkan diri dari Gereja Katolik dan memulai gerakan "Reformasi Protestan" sejak tahun 1517, yang mengembalikan fungsi gereja kepada otoritas Alkitab dan tidak terikat pada tradisi-tradisi semata. Hal itu kemudian membuat Martin Luther dikucilkan dari Gereja Katolik dan reformasi gereja yang dilancarkannya dicap oleh Gereja Katolik sebagai "gerakan sesat".

Martin Luther, Reformator Gereja & Pendiri Aliran Kristen Protestan
Kristen Katolik Roma memandang otoritas Paus dan Gereja Katolik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari Kekristenan. Hal ini karena dalam pandangan umat Kristen Katolik Roma, Paus merupakan "Vikaris" atau Pengganti Kristus, yang menggantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja yang kelihatan. Umat Kristen Katolik Roma percaya bahwa Paus adalah Kepala Gereja sedunia. Sebagai Vikaris Kristus, Paus berfungsi sebagai wakil duniawi Kristus di dunia ini dan bertindak sebagai pemimpin gereja dalam menentukan apa yang benar, tepat, patut, dan pantas bagi semua umat Kristen Katolik Roma. Menurut ajaran Kristen Katolik Roma, Paus tidak bisa keliru bila berbicara mengenai masalah iman dan moral yang harus dianut oleh seluruh gereja. Sehingga, Paus memiliki kemampuan untuk berbicara "ex cathedra" (dengan otoritas tentang masalah-masalah iman dan praksis iman), serta menetapkan ajaran yang sempurna dan mutlak yang mengikat semua orang Kristen. Sebagai cara / upaya untuk menetapkan / menegakkan otoritas Paus dan Gereja Katolik, maka Kristen Katolik Roma menyandarkan diri pada suksesi apostolik yang telah dilaksanakan secara turun-temurun sejak abad pertama hingga saat ini.


Pandangan tentang perlunya otoritas Paus dan Gereja Katolik ini, didasarkan pada keyakinan umat Kristen Katolik Roma bahwa Kristus sendiri-lah yang memberikan otoritas kepada Rasul Petrus (Mat 16:16-19) dan penerusnya, yaitu para Paus, untuk mendirikan satu gereja, yaitu Gereja Katolik, sebab Dia menghendaki agar gereja bertahan hingga akhir zaman (Mat 28:19-20). Otoritas ini kemudian juga diberikan kepada para rasul lainnya – yang kemudian diteruskan oleh para uskup (Mat 18:18; Yoh 20:21-23). Mereka inilah yang kemudian disebut dengan "Magisterium Gereja". Fungsi pengajaran ini ditegaskan Yesus dalam Lukas 10:16 "Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku." Karena Kristus sendiri yang memberikan otoritas kepada Paus dan para uskup, maka umat Kristen Katolik Roma kemudian mengikuti apa yang diperintahkan Kristus dan memberikan diri untuk mentaati pengajaran yang diberikan oleh Magisterium Gereja – yang bersumber pada Kitab Suci dan Tradisi Suci. Dengan otoritas ini, maka Gereja Katolik dapat melewati sejarah selama 2.000 tahun dengan tetap mengajarkan pengajaran iman yang sama dari satu generasi ke generasi yang lain.

Akan tetapi, umat Kristen Protestan tidak mengakui otoritas Paus dan Gereja Katolik. Dalam hal ini, Kristen Protestan berpandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna atau tidak bisa keliru, termasuk Paus dan para uskup. Menurut Kristen Protestan, hanya Tuhan Yesus Kristus Kepala Gereja yang tunggal dan mutlak. Kristen Protestan mempercayai bahwa otoritas gereja hanya berasal dan bersumber dari Firman Tuhan, bukan dari suksesi apostolik. Kuasa dan otoritas rohani tidak bergantung pada tangan seorang manusia saja, tetapi sepenuhnya bersandar pada Alkitab sebagai Firman Tuhan. Umat Kristen Protestan percaya bahwa hanya kuasa Roh Kudus di dalam hati setiap manusia yang mampu membimbing dan memberikan petunjuk tentang hal-hal apa yang harus dilakukan / dikerjakan oleh gereja sesuai dengan kehendak Tuhan.


KONSEP GEREJAWI


Satu hal mencolok yang memang berbeda antara Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan adalah pemahaman konsep gerejawi atau ekklesiologi. Bagi Kristen Katolik Roma, Kristus mendirikan satu gereja, yaitu Gereja Katolik (Mat 16:16-19). Gereja Katolik inilah yang menjadi Tubuh Mistik Kristus (Ef 1:23; Ef 5), yang mempunyai empat sifat, yaitu satu; kudus; katolik; dan apostolik, serta menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa. Arti dari empat sifat Gereja Katolik tersebut adalah:

Satu - Pertama-tama seluruh pengikut Kristus disatukan oleh satu tubuh, satu roh, satu Tuhan, dan satu baptisan (Ef 4:4-5) yang sama. Ada kemajemukan yang luar biasa dalam Gereja Katolik. Ini disebabkan karena perbedaan anugerah Allah dan juga keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kemajemukan tersebut, kesatuan gereja diamankan oleh ikatan persekutuan dalam hal:
  • Pengakuan iman yang satu dan sama sebagaimana diwariskan oleh para rasul
  • Perayaan ibadat bersama terutama dalam hal sakramen-sakramen
  • Suksesi apostolik
Kudus - Kekudusan gereja pertama-tama bukan terletak pada kesucian para anggotanya tapi pada kesatuannya dengan Kristus sebagai Kepala Gereja.

Katolik - Artinya umum, universal, tidak dibatasi oleh wilayah, bahasa atau etnis tertentu.

Apostolik - Iman akan Yesus Kristus mewarisi iman para rasul. Jadi, isi iman seseorang tidak boleh menyimpang dari ajaran Yesus sebagaimana diteruskan oleh ke-12 rasul-Nya.

Selain itu, menurut Kristen Katolik Roma, gereja juga harus dimengerti sebagai cara dan tujuan. Dengan kata lain, gereja adalah pemberian Allah, tanda kasih Allah kepada umat Allah yang harus diterima, dijaga, dan sekaligus menjadi tujuan, karena gereja didirikan oleh Kristus, dijiwai oleh Roh Kudus dan mengantar umat manusia kepada keselamatan.

Sedangkan menurut Kristen Protestan, gereja dipandang sebagai persatuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Bagi umat Kristen Protestan, dimanapun persekutuan umat beriman yang percaya dan bersatu dalam kasih Kristus, maka dapat disebut sebagai Gereja. Gereja juga merupakan Tubuh Mistik Kristus (Ef 1:23; Ef 5). Gereja tidak hanya dipandang dari ajaran, tradisi, pendeta, dan bangunan gedung gereja, melainkan hakikat dari gereja itu sendiri dengan Kristus sebagai Batu Penjuru dan dijiwai oleh Roh Kudus. Dalam hal ini, umat Kristen Protestan mendasarkan segala hal yang berkaitan dengan tradisi, kepemimpinan gereja, dan hal lain yang berkaitan dengan gereja hanya kepada otoritas tunggal Alkitab serta bimbingan dari kuasa Roh Kudus.


CARA BERDOA


Cara termudah membedakan antara umat Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan adalah dengan memperhatikan saat mereka akan berdoa. Sebelum berdoa, biasanya umat Kristen Katolik Roma membuat tanda salib. Tanda salib ini digunakan sebelum dan sesudah berdoa. Tanda salib dibuat dengan tangan telunjuk kanan menyentuh dahi – dada – bahu kiri – bahu kanan secara urut. Sedangkan umat Kristen Protestan tidak membuat tanda salib (hanya melipat tangan biasa).


INTI AJARAN

Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan memiliki beberapa perbedaan inti ajaran yang sering menjadi perdebatan di kalangan umat kedua aliran Kekristenan ini. Berikut ini adalah beberapa perbedaan yang mendasar, yaitu:

1. Doktrin Kitab Suci


Apakah nama kitab suci umat Kristen? Keliru apabila nama kitab suci agama Kristen adalah Injil. Sebenarnya nama kitab suci umat Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan itu sama, yaitu Alkitab / Al-Kitab. Injil hanyalah sebagian kecil dari Alkitab yang khusus menceritakan kehidupan Yesus Kristus. Perbedaan utama antara Alkitab Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan adalah mengenai jumlah kitab. Di dalam Alkitab Protestan hanya terdapat 66 kitab (39 kitab Perjanjian Lama & 27 kitab Perjanjian Baru), sedangkan Alkitab Katolik lebih tebal daripada Alkitab Protestan, dengan 75 kitab (48 kitab Perjanjian Lama & 27 kitab Perjanjian Baru). Perbedaan ini terjadi, karena di dalam kitab Perjanjian Lama umat Protestan hanya terdapat 39 kitab, yang disebut sebagai kitab Protokanonika ("kanon pertama") Perjanjian Lama. Hal ini berbeda dengan kitab Perjanjian Lama umat Katolik, yang dimana terdapat tambahan 9 kitab yang disebut sebagai kitab Deuterokanonika ("kanon kedua") Perjanjian Lama. Kitab-kitab ini tidak diakui kebenarannya di ajaran Kristen Protestan. Kristen Protestan menggolongkan 9 kitab tambahan dalam Perjanjian Lama itu sebagai kitab "Apokrif" / "Apokrifa" ("non-kanonik") dan meyakini bahwa kitab-kitab itu seharusnya tidak menjadi bagian dari kitab suci. Beberapa alasan tidak diakuinya kitab-kitab Deuterokanonika itu di dalam kitab Perjanjian Lama umat Kristen Protestan, diantaranya adalah:
  • Kitab-kitab itu tidak pernah dikutip Yesus dan dalam tulisan para rasul hanya sedikit sekali rujukan kepada mereka.
  • Sebagian besar para Bapa Gereja menganggap teks-teks tersebut tidak terinspirasi Roh Kudus.
  • Tidak muncul dalam kanon Ibrani kuno. Sebagian tidak ditulis dalam bahasa Ibrani.
  • Sebagian besar rendah mutunya jika dibandingkan dengan kitab Protokanonika dan tidak layak masuk dalam kitab suci, serta terdapat beberapa kesalahan sejarah yang terlihat, seperti dalam kitab Yudit 1:1 yang menyebut Nebukadnezar sebagai raja Asyur di Niniwe, sedangkan dalam kitab Protokanonika, disebutkan bahwa sebenarnya Nebukadnezar adalah raja Babilonia (Dan 4:4-6 & 30).
  • Mengandung beberapa ajaran yang tidak dipercayai oleh umat Kristen Protestan, diantaranya adalah adanya "Api Penyucian" atau "Purgatori" (2 Mkb 12:38-45); manfaat doa untuk arwah orang yang telah meninggal (2 Mkb 12:42 & 45); serta amal perbuatan baik untuk jaminan keselamatan (Tob 4:10; Tob 12:9 ~ Rom 3:27-28; Gal 2:16; Ef 2:8-9).
  • Baru diakui dalam Konsili Trente pada tahun 1546.
Akan tetapi, Kristen Katolik Roma memiliki beberapa pandangan yang berbeda dengan Kristen Protestan tentang kitab Deuterokanonika, yaitu:
  • Argumen bahwa kitab-kitab itu tidak pernah dikutip Yesus sulit untuk diterima. Banyak kitab Perjanjian Lama yang juga diterima sebagai kitab kanonik oleh Kristen Protestan juga tidak pernah dikutip Yesus (misalnya Ester; Nahum; Zefanya; Hagai; dan Habakuk). Lagipula, ada indikasi kuat bahwa ajaran Yesus dipengaruhi secara mendalam oleh kitab Sirakh. Misalnya, betapa dekatnya Sirakh 10 dengan ajaran Yesus tentang kekuasaan. Beberapa bagian dalam nyanyian Kidung Maria (Luk 1:46-55), juga jelas-jelas mengutip Sirakh 10:14. Dengan membaca Sirakh 11:18, orang akan memperoleh kesan besarnya kemiripan bagian itu dengan ajaran Yesus tentang moral. Sebagaimana sebagian besar orang Yahudi pada zaman-Nya, Yesus pasti juga membaca kitab-kitab Septuaginta.
  • Beberapa Bapa Gereja memang pernah menolak kitab-kitab itu (khususnya Yudit dan Tambahan Ester). Akan tetapi, banyak juga yang mengutipnya. Telaah serius ke dalam tulisan para Bapa Gereja akan menunjukkan bahwa alasan kedua ini pun sulit diterima. Lagipula, tidak semua ajaran para Bapa Gereja diterima sebagai ajaran gereja yang resmi.
  • Tahun penulisan kitab-kitab itu berkisar antara 400 – 4 SM. Pada zaman itu, bahasa Yunani dipakai secara luas dan bahasa Ibrani bahkan sudah tidak dimengerti oleh banyak orang Yahudi. Bagaimanapun, bukan soal bahasa yang penting, melainkan isinya. Isi inilah yang diterima oleh orang-orang Kristen pada zaman Yesus dan para rasul-Nya. Bahkan, ketika para rasul menulis keempat Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) juga menggunakan bahasa Yunani.
  • Tudingan rendah mutu juga sulit diterima. Kitab Sirakh dan Kebijaksanaan Salomo merupakan dua kitab yang mewakili mutiara kesusastraan Yahudi pada zaman mereka. Gaya cerita kitab Tobit dan Yudit juga terlihat sangat konsisten dan jelas.
  • Kitab-kitab Deuterokanonika sudah dimasukkan ke dalam kanon gereja sejak akhir abad ke-4 M. Sampai sekarang kanon itu tetap tidak berubah. Konsili Trente tahun 1546 hanya menegaskannya kembali.
Perbedaan berikutnya mengenai Alkitab antara Katolikisme dengan Protestanisme adalah prinsip tentang "sufisiensi" (kecukupan) dan otoritas Alkitab. Umat Kristen Protestan meyakini bahwa Alkitab merupakan satu-satunya sumber wahyu khusus dari Allah kepada manusia. Umat Protestan percaya Alkitab saja sudah cukup dan bersifat absolut final sebagai acuan, otoritas, dan kompas iman Kristen. Hanya Alkitab yang mengajarkan kepada umat manusia tentang apa yang diperlukan untuk keselamatan manusia dari dosa. Kristen Protestan berpendapat bahwa Alkitab merupakan satu-satunya standar moral / tingkah laku pribadi umat Kristen. Semua ajaran, gereja, pendeta, pemimpin gereja, pengalaman pribadi, kesaksian, tradisi gereja, filsafat, ideologi, kebudayaan, peradaban, dan praksis Kekristenan harus takluk dan menundukkan diri kepada Alkitab. Supremasi Alkitab (Firman Tuhan) yang menjadi satu-satunya landasan di atas segala sesuatu, merupakan salah satu spirit dan ciri khas Protestanisme. Dalam hal ini, Martin Luther menganjurkan "Orang-orang dan gereja-gereja yang menerima prinsip Supremasi Alkitab (Firman Tuhan) atas segala sesuatu agar menyebut dirinya sebagai Injili." Bagi Kristen Katolik Roma, otoritas tradisi setara dengan Alkitab. Sedangkan bagi Kristen Protestan, tradisi berada di bawah otoritas Alkitab. Tradisi bisa diterima, asalkan sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab. Dalam hal ini, Kristen Protestan berpandangan bahwa gereja pasti rapuh, krisis, menyimpang, dan tersesat kalau tidak dibangun di atas landasan Alkitab saja. Bagi umat Protestan, kebenaran-kebenaran Firman Tuhan (Alkitabiah) merupakan hal yang paling penting di dalam dunia ini, khususnya di dalam iman Kristen.

Ada banyak ayat Alkitab yang menegaskan prinsip tentang kecukupan dan otoritas "tunggal" atau "sentral" Alkitab bagi iman dan praktek Kekristenan yang diakui oleh umat Kristen Protestan. 2 Timotius 3:16 misalnya menegaskan bahwa "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." Sementara itu, Kristen Katolik Roma menolak doktrin dalam Kristen Protestan, yang menyatakan bahwa Alkitab saja sudah cukup. Umat Kristen Katolik Roma percaya bahwa baik Alkitab (Kitab Suci) dan Tradisi Suci sama-sama (sederajat) mengikat umat Kristen. Dalam hal ini, banyak doktrin Kristen Katolik Roma, misalnya "Purgatori" (tempat api penyucian dosa), berdoa kepada Bunda Maria dan orang-orang kudus, dan sebagainya, tidak mempunyai dasar di dalam Alkitab karena hanya didasarkan atas tradisi-tradisi Kristen Katolik Roma. Pada dasarnya, menurut Kristen Protestan, penolakan dan penyangkalan Kristen Katolik Roma pada otoritas tunggal Alkitab dan penekanan Gereja Katolik bahwa baik Alkitab dan Tradisi Gereja adalah sama-sederajat, sangat merusak kecukupan, kelengkapan, dan kesempurnaan Alkitab sebagai Firman Tuhan.

Sedangkan, Kristen Katolik Roma berpendapat, bahwa kitab suci memang merupakan pilar kebenaran, namun Gereja Katolik tidak menganggap bahwa satu-satunya pilar kebenaran hanyalah kitab suci. Penolakan ini disebabkan karena, (a) Kitab suci sendiri tidak pernah mengatakan demikian, bahkan menekankan pentingnya pengajaran para rasul yang disampaikan secara lisan maupun tertulis (2 Tes 2:15) dan otoritas kepemimpinan dalam gereja (Mat 16:18-19); (b) Gereja lahir terlebih dahulu sebelum kitab suci; (c) Dengan inspirasi Roh Kudus, gereja-lah yang menentukan kitab-kitab mana yang masuk dalam kitab suci; (d) Penafsiran kitab suci tanpa ada otoritas yang menentukan interpretasi yang benar, terbukti menghasilkan perpecahan gereja. Menurut Kristen Katolik Roma, mempercayai ketiga pilar ini (Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja), sebenarnya lebih Alkitabiah, jika dibandingkan hanya berpegang kepada kitab suci saja. Kepercayaan Kristen Katolik Roma tentang ini, juga didasari karena Alkitab tidak memuat segala-galanya tentang kehidupan Yesus Kristus (Yoh 21:25), karena perjalanan hidup dan ajaran Yesus selanjutnya diteruskan oleh para rasul secara lisan (tradisi lisan). Di kemudian hari, sebagian tradisi lisan ini ditulis dan menjadi "Injil" (tradisi tertulis). Oleh karena itulah, selain mendasarkan diri pada Alkitab, Gereja Katolik juga memanfaatkan tradisi lisan (Tradisi Suci) seperti yang ditulis oleh para Bapa Gereja dan Magisterium Gereja (ajaran resmi gereja / Paus dalam hal iman dan susila). Jadi, apabila dalam Alkitab tidak ada pembahasan tentang kloningbayi tabung; dan kontrasepsi, maka Gereja Katolik masih dapat memberikan ajaran moralnya secara jelas.

Selain itu, Kristen Katolik Roma mengajarkan bahwa hanya Gereja Katolik yang bisa menafsirkan Alkitab secara tepat. Satu-satunya yang boleh menafsirkan kitab suci hanyalah Magisterium Gereja yang berpusat di Vatikan. Umat biasa tidak diperbolehkan menafsirkan kitab suci. Jadi, umat Kristen Katolik Roma di seluruh dunia hanya mengikuti penafsiran Magisterium tersebut dan tidak boleh menafsirkan kitab suci menurut pengertiannya sendiri. Sementara, Kristen Protestan mengajarkan bahwa Tuhan sudah mengutus Roh Kudus untuk tinggal di dalam orang Kristen yang sudah lahir baru agar mampu memahami pesan Tuhan melalui Alkitab, sehingga semua orang punya hak yang sama dalam menafsirkan kitab suci dan tidak hanya dimonopoli oleh para pemuka agama semata (Yoh 14:16-17; Yoh 14:26; 1 Yoh 2:27).

Dampak signifikan dari perbedaan cara menafsirkan Alkitab ini adalah, umat Kristen Katolik Roma di seluruh dunia lebih bersatu karena memiliki satu pendapat yang sama tentang kitab suci. Jadi, agama Kristen Katolik Roma hanya ada satu di dunia ini dan tidak terbagi-bagi lagi menjadi aliran-aliran lain. Sebaliknya, agama Kristen Protestan terpecah-pecah menjadi aliran-aliran yang lebih kecil yang disebut "denominasi". Aliran-aliran ini muncul karena perbedaan penafsiran Alkitab antara satu kelompok dengan kelompok lain, misalnya adalah Kharismatik; Lutheran; Anglikan; Calvinis; Adven; Reformed; dan lain-lain. Implikasi praktisnya adalah, umat Kristen Katolik Roma dapat bebas beribadah di gereja Katolik Roma manapun di seluruh dunia, karena ajarannya yang sama. Tetapi umat Kristen Protestan biasanya hanya pergi ke satu gereja yang sama seumur hidupnya. Contohnya adalah umat Gereja Bethany harus pergi ke Gereja Bethany yang mungkin jaraknya 10 kilometer dan tidak dapat pergi ke GKI yang letaknya hanya 500 meter dari rumah karena ajarannya yang berbeda (walaupun keduanya merupakan Gereja Protestan). Bahkan sering terjadi selisih paham antara denominasi Protestan yang satu dengan yang lain karena perbedaan pandangan itu.


2. Doktrin Bunda Maria

Di kalangan Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan sering terjadi perbedaan pendapat mengenai posisi Bunda Maria, yaitu ibunda dari Yesus Kristus, di dalam iman Kristen. Dalam hal ini, Kristen Katolik Roma sangat mengkultuskan Bunda Maria. Umumnya umat Kristen Katolik Roma memang sangat mencintai dan menghormati Bunda Maria. Sebagai penghormatan kepada Bunda Maria, dalam tradisi Kristen Katolik Roma terdapat kebiasaan berdoa rosario (rosario = semacam tasbih dengan liontin salib) dan berziarah ke Gua Maria setiap bulan Mei dan Oktober. Akan tetapi, di dalam Kristen Protestan, tidak ada kebiasaan semacam itu karena ajarannya yang memang melarang pengkultusan Bunda Maria.

Maria Ibu Yesus / Bunda Maria
Kristen Katolik Roma berpandangan bahwa Bunda Maria merupakan wanita yang kudus dan mulia dari sejak kelahirannya. Umat Kristen Katolik Roma percaya bahwa Bunda Maria telah dikuduskan oleh Allah dari noda "dosa asal" Adam dan Hawa, sejak dalam kandungan ibunya, yang secara tradisi diyakini bernama Anna / Santa Anna. Bunda Maria kemudian dipilih Allah untuk melahirkan Kristus ke dunia secara ajaib dengan mukjizat dari Roh Kudus, tanpa ada hubungan badani dengan siapapun. Gereja Katolik menghormatinya sebagai seorang ibu yang dianggap memiliki "hubungan batin" yang dekat dengan Tuhan Yesus Kristus, sehingga umat Katolik selalu memohonkan dukungan dan perantaraannya dalam setiap doa kepada Tuhan. Dalam tradisi Katolik, Bunda Maria memiliki banyak gelar, di antaranya adalah "Bunda Allah"; "Ratu Pecinta Damai"; "Bunda Yang Dikandung Tanpa Noda"; dan lain-lain. Umat Kristen Katolik Roma juga percaya bahwa Bunda Maria diangkat jiwa dan raganya ke Surga (Why 12:1), yang diyakini terjadi beberapa saat setelah kematiannya. Namun, Kristen Katolik Roma mempercayai bahwa kematian Bunda Maria itu bukan karena ia berdosa, namun karena ingin mempersatukan dirinya dengan Kristus, yang juga mengalami kematian, meskipun Dia tidak berdosa. Menurut tradisi Gereja Katolik, Bunda Maria dipercaya meninggal dunia di Yerusalem, setelah dijaga oleh Rasul Yohanes selama beberapa tahun di Efesus, hingga akhirnya kembali ke Yerusalem pada masa tuanya. Tradisi gereja juga menyatakan bahwa semua rasul / murid Kristus hadir saat Bunda Maria meninggal dunia, kecuali Rasul Tomas yang baru tiba 3 hari kemudian dari pelayanan di India. Ketika seorang Yahudi mencoba menghalangi pemakaman Bunda Maria dengan memegang erat keranda, kedua tangan orang itu lepas dari tubuhnya. Tangan orang itu baru melekat kembali berkat doa permohonan para rasul, serta pertobatannya. Dalam tulisan "Kepergian Maria" ("The Passing Of Mary") yang dianggap berasal dari Yusuf Arimatea, secara tradisi Rasul Tomas dianggap sebagai saksi penting pengangkatan Bunda Maria ke Surga tiga hari setelah kematiannya. Hal ini dipercaya terjadi dikarenakan kedatangan Tomas yang terlambat dari India, dan ia berniat melihat tubuh Bunda Maria di makamnya. Namun, ketika makam Bunda Maria dibuka oleh para rasul atas permintaan Rasul Tomas, ternyata makam tersebut telah kosong dan beberapa tradisi gereja mengatakan bahwa terjadi penglihatan kepada Rasul Tomas dan para rasul, yaitu Yesus Kristus yang sedang menggendong Bunda Maria dalam rupa bayi, dan Ia berkata, "Bunda-Ku Kuambil dulu, sebagai bukti kepada semua orang percaya, barangsiapa percaya kepada-Ku akan mengalami kebangkitan sama seperti yang dialami bunda-Ku, dan Aku akan membangkitkan mereka sama seperti Aku membangkitkan bunda-Ku." Beberapa tradisi gereja juga mempercayai bahwa Rasul Tomas dan para rasul Kristus lainnya juga diperlihatkan Bunda Maria yang menjatuhkan tali ikat pinggangnya dari langit sebagai bukti bahwa ia benar-benar diangkat jiwa dan raganya ke Surga. Gereja Katolik memperingati hari pengangkatan Bunda Maria ke Surga ini setiap tanggal 15 Agustus.

Bunda Maria diangkat ke Surga
Sementara itu, Kristen Protestan berpandangan bahwa Bunda Maria adalah Bunda Kristus, seorang wanita biasa, yang juga seorang manusia yang sama seperti wanita dan manusia lain, yang lahir dengan natur "dosa asal" Adam dan Hawa. Namun, oleh anugerah Allah, karena ia seorang yang takut akan Allah, hidup suci, rendah hati, taat dan terbuka kepada Firman Tuhan, Bunda Maria dipilih dan dikuduskan oleh Allah sebagai sarana untuk melahirkan Kristus ke dunia secara mukjizat dari Roh Kudus, tanpa ada hubungan badani. Umat Kristen Protestan menghormati Bunda Maria sebagai seorang ibu teladan, nabiah, dan orang tua Kristus yang baik dan sejati. Akan tetapi, posisi Bunda Maria dalam iman Kristen Protestan tidak jauh berbeda atau setara dengan wanita-wanita lain dan tokoh-tokoh lain dalam Alkitab, seperti para nabi terdahulu dan rasul-rasul Kristus. Bagi Kristen Protestan, hanya Kristus satu-satunya Juruselamat, Penebus, dan perantara / pengantara antara Allah dengan manusia. Teologi Kristen Protestan juga tidak mengenal gelar Bunda Maria seperti "Bunda Allah"; "Ratu Surga"; dan sebagainya. Namun, Bunda Maria lebih dikenal dengan gelar-gelar umum, seperti "Perawan Maria"; "Anak Dara Maria"; dan "Maria Ibu Yesus". Dalam hal ini, Kristen Protestan memandang, bahwa Bunda Maria memanglah ibu Yesus di bumi, namun teologi Protestan menolak ajaran yang menyatakan bahwa Bunda Maria adalah "Bunda Allah". Menurut Kristen Protestan pula, Bunda Maria tidak memiliki peran dalam karya penebusan dosa dan keselamatan manusia oleh Tuhan Yesus Kristus. Karena itu, ajaran Kristen Protestan juga menolak Bunda Maria dijadikan / diangkat sebagai perantara / pengantara tambahan antara Allah dengan manusia. Martin Luther menegaskan "Penghormatan kepada Maria tertuliskan di kedalaman hati manusia yang terdalam. Semua yang menjadi milik-Nya adalah milik kita juga, dan ibu-Nya juga menjadi ibu kita. Penghormatan yang benar kepada Bunda Maria adalah penghormatan kepada Tuhan, pujian kepada rahmat Tuhan. Maria dari dirinya sendiri adalah bukan siapa-siapa, tetapi semuanya demi Kristus. Maria tidak mengharapkan agar kita datang kepadanya, tetapi melalui dia kita datang kepada Tuhan." Doktrin Kristen Protestan juga menolak kepercayaan yang menyatakan bahwa jiwa dan raga Bunda Maria diangkat ke Surga. Bagi umat Protestan, kepercayaan ini sebenarnya bertentangan dengan Alkitab, karena hanya didasarkan atas tradisi-tradisi gereja. Kristen Protestan juga menolak klaim-klaim penampakan-penampakan diri Bunda Maria di banyak tempat seperti di gua-gua. Bagi umat Kristen Protestan, bukanlah Bunda Maria sejati yang menampakkan diri kepada banyak orang tersebut. Akan tetapi, terlepas dari semuanya itu, sesungguhnya umat Kristen Protestan sangatlah menghargai dan menghormati peran Bunda Maria, sebagaimana Pengakuan Iman Rasuli dalam Gereja Protestan, "Aku percaya kepada Allah Bapa Yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita. Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria ...".

Dimana atau apakah Bunda Maria pernah dimakamkan, tidak diketahui dengan pasti. Paus Pius XII pernah menyatakan pada 1 November 1950 di Munificentissimus Deus, dogma bahwa: "... setelah menyelesaikan tugasnya di dunia, Perawan Maria diangkat jiwa dan raga ke dalam kemuliaan Surga". Dalam hal ini, baik pandangan yang menyatakan bahwa Bunda Maria pernah dimakamkan atau langsung diangkat ke Surga, semuanya dapat diterima. Yesus berkata: "... Aku akan datang kembali dan membawa kamu ketempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada" (Yoh 14:3).


3. Doktrin "Lima Sola"

Perbedaan inti ajaran yang ketiga adalah, Kristen Protestan mengakui Lima Sola (Kata Latin Sola berarti "Hanya" / "Saja"), yang dirumuskan oleh para Reformator Protestan, yang menjadi faktor pembeda utama antara Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan. "Lima Sola" tersebut adalah:

Sola Fide ("Hanya Iman") - Ajaran Kristen Protestan menekankan "Sola Fide" ("hanya iman"). Inti dari Sola Fide yaitu seseorang selamat semata-mata karena imannya akan Yesus Kristus (Rom 3:21-31). Ini menolak paham keselamatan sebagai hasil usaha manusia atau perbuatan baik.

Sola Scriptura ("Hanya Kitab Suci") - Sumber iman gereja Kristen Protestan adalah "Sola Scriptura" ("hanya kitab suci"). Inti dari Sola Scriptura yaitu mempertahankan bahwa Alkitab (bukan tradisi gereja atau interpretasi gerejawi dari Alkitab) adalah sumber otoritas final untuk semua orang Kristen. Setiap persoalan yang dihadapi, harus berpegang teguh pada Alkitab sebagai Firman Tuhan.

Sola Gratia ("Hanya Rahmat") - Inti dari Sola Gratia yaitu keselamatan semata-mata merupakan anugerah dari Tuhan. Penjelasannya adalah, Kekristenan mengakui adanya "dosa asal" sehingga penebusan dosa kemudian terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Namun, ada perbedaan ajaran tentang kodrati manusia antara Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan. Kristen Protestan mengajarkan bahwa "dosa asal" menyebabkan kodrat manusia hancur lebur sehingga tidak ada yang baik dalam diri manusia. Karenanya, menurut Kristen Protestan keselamatan semata-mata hanyalah anugerah Tuhan. Sedangkan dalam ajaran iman Kristen Katolik Roma, "dosa asal" membuat kodrat manusia retak / rusak, sehingga masih dimungkinkan adanya "sisi baik" dalam diri manusia. Karenanya, manusia masih mungkin berkehendak dan berbuat baik.

Solus Christus ("Hanya Oleh Kristus") - "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh 14:6). Bagi Kristen Protestan, Kristus adalah satu-satunya Pribadi yang dapat membawa manusia kepada hadirat Allah Yang Maha Kudus. Di dalam ke-Ilahi-an dan kemanusiaan-Nya yang tidak berdosa, Dia menggantikan posisi manusia yang seharusnya menerima murka Allah dan merekonsiliasi umat-Nya dengan Bapa Yang Maha Kudus. Jadi, menurut iman Kristen Protestan, Kristus adalah satu-satunya Juruselamat manusia dan tidak ada keselamatan di luar Dia.

Soli Deo Gloria ("Segala Kemuliaan Hanya Bagi Allah") - "bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat, oleh Yesus Kristus: segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin" (Rom 16:27). Menurut Kristen Protestan, manusia diselamatkan hanya oleh anugerah Allah tanpa sedikitpun usaha / perbuatan baik ("Sola Fide"). Segala talenta dan karunia yang dimiliki oleh manusia merupakan pemberian Allah semata. Oleh karena itu, segala hal yang dilakukan harus diberikan untuk kemuliaan Allah semata. Dimanapun seseorang berada, hidup manusia harus dilakukan dengan tujuan untuk memuliakan Allah. Manusia tidak berhak mencuri sedikitpun kemuliaan Allah bagi kepentingannya sendiri.


4. Doktrin Keselamatan

Doktrin tentang keselamatan, yaitu bagaimana caranya seseorang diselamatkan dan beroleh kehidupan kekal surgawi. Kristen Protestan berpegang pada asas "Sola Fide", yang menegaskan pengajaran Alkitabiah tentang keselamatan dan pembenaran oleh anugerah di dalam iman kepada Kristus saja (Ef 2:8-10). Umat Kristen Protestan percaya bahwa atas dasar iman di dalam Kristus saja, orang-orang percaya dibenarkan oleh Allah, karena dosa-dosa mereka telah tuntas ditebus oleh Yesus Kristus di atas kayu salib, dan kebenaran-Nya telah dipertalikan kepada mereka. Sementara itu, umat Kristen Katolik Roma mempercayai bahwa kebenaran Kristus telah dipertalikan kepada orang-orang percaya oleh "anugerah melalui iman", namun Kristen Katolik Roma berpandangan bahwa hal itu saja tidak cukup untuk membenarkan orang percaya. Orang-orang percaya juga harus melakukan "perbuatan-perbuatan baik" agar dapat diselamatkan. Doktrin keselamatan Kristen Katolik Roma berikutnya adalah, mengakui tujuh sakramen, yang meliputi: Pembaptisan; Penguatan ("Krisma"); Ekaristi ("Perjamuan Kudus"); Rekonsiliasi ("Pengakuan Dosa"); Pengurapan Orang Sakit; Imamat ("Pentahbisan Menjadi Imam / Pastur"); dan Pernikahan. Menurut Gereja Katolik, ketujuh sakramen ini diinstitusikan sendiri oleh Kristus sebagai cara-cara yang umum untuk menyalurkan rahmat-Nya kepada umat Allah. Sedangkan, Kristen Protestan hanya mengakui dua sakramen, yakni Pembaptisan dan Ekaristi (terkadang juga termasuk Sakramen Pertobatan bagi Gereja Lutheran).

Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan memiliki perbedaan pandangan mengenai sakramen Ekaristi (perjamuan kudus). Gereja Protestan mengajarkan bahwa roti ("hosti") dan anggur hanya merupakan simbol dari kehadiran Tuhan Yesus Kristus. Kristen Protestan berpandangan, bahwa hal yang terpenting dalam sakramen Ekaristi adalah iman bahwa roti dan anggur itu memang adalah Tubuh dan Darah Kristus. Sedangkan dalam sakramen Ekaristi menurut ajaran Gereja Katolik, roti dan anggur itu memang sungguh-sungguh diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus ("transsubstansiasi"). Sekalipun disimpan dalam tabernakel, roti dan anggur itu merupakan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Karena itu, umat Kristen Katolik Roma memiliki kebiasaan menempelkan kedua telapak tangan dan berlutut ke arah tabernakel untuk menghormati Tuhan Yesus yang ada di dalam tabernakel tersebut.


Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan juga berselisih pandangan tentang apa artinya dibenarkan di hadapan Allah. Bagi Kristen Katolik Roma, pembenaran meliputi dibuat benar dan kudus. Kristen Katolik Roma mempercayai bahwa iman di dalam Kristus hanyalah permulaan keselamatan sehingga seseorang harus mengandalkan amal perbuatan baik agar pantas mendapat anugerah keselamatan kekal Allah. Hal ini didasarkan pada keyakinan umat Katolik bahwa selain anugerah dan rahmat Allah, kitab suci juga mencatat hal-hal lain agar seseorang diselamatkan, seperti pentingnya iman untuk keselamatan (Ef 2:8); serta orang akan diadili menurut perbuatannya (Mat 16:27; 1 Pet 1:17). Dengan demikian, aliran Kristen Katolik Roma tidak mempercayai hanya karena iman saja ("Sola Fide"), seseorang dapat diselamatkan, seperti yang dipercayai oleh Kristen Protestan, karena menurut Gereja Katolik, kitab suci secara keseluruhan memang tidak pernah mengatakan demikian. Bahwa iman menjadi syarat keselamatan (Ibr 11:6) adalah benar, namun bukan iman saja. Karenanya, seseorang harus menunjukkan imannya dengan perbuatan, bukan hanya dengan kata-kata atau sekedar keyakinan dalam hati. Umat Kristen Katolik Roma berpandangan, bahwa perbuatan baik memang bukan menjadi syarat utama agar diselamatkan, tetapi adalah bukti bahwa seseorang beriman kepada Kristus. Doktrin ini didasarkan pada pernyataan: "iman tanpa disertai perbuatan pada hakikatnya adalah mati" (Yak 2:17).

Sementara, menurut Kristen Protestan, pandangan Kristen Katolik Roma bahwa perbuatan baik adalah salah satu syarat keselamatan kekal, sebenarnya bertentangan dengan kitab suci seperti di dalam Roma 4:1-12, Titus 3:3-7, dan ayat Alkitab lainnya. Dalam hal ini, Kristen Protestan membedakan antara tindakan pembenaran pada saat seseorang dinyatakan benar oleh Allah didasarkan atas imannya pada penebusan Kristus di kayu salib, dan proses pengudusan setelah lahir baru menuju kedewasaan iman di sepanjang hidup orang itu di dunia ini. Kristen Protestan juga mengakui bahwa perbuatan baik itu penting. Tetapi perbuatan baik itu merupakan buah atau hasil dari keselamatan melalui penebusan Kristus yang telah sempurna. Perbuatan baik bukanlah merupakan sarana atau alat keselamatan, maupun bagian dari proses agar orang diselamatkan. Bagi Kristen Protestan, doktrin Kristen Katolik Roma yang mencampurkan pembenaran dan pengudusan bersama-sama menjadi satu proses yang sedang berlangsung / terus menerus, menyebabkan kebingungan tentang bagaimana cara seseorang diselamatkan.


5. Doktrin "Api Penyucian"

Perbedaan inti ajaran berikutnya adalah, tentang apa yang akan terjadi setelah meninggal. Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan sama-sama mempercayai bahwa orang yang tidak percaya akan masuk neraka kekal, tetapi ada perbedaan-perbedaan penting tentang apa yang terjadi kepada orang percaya. Dari tradisi-tradisi Gereja Katolik dan kepercayaan pada kitab-kitab non-kanonik, Gereja Katolik telah mengembangkan doktrin "Purgatori" / "Purgatorium" (api penyucian). Menurut Kristen Katolik Roma, api penyucian adalah keadaan yang harus dialami oleh orang yang mati dalam rahmat dan persahabatan dengan Allah namun belum secara sepenuhnya disucikan. Keselamatan abadi sudah jelas baginya, namun orang itu harus menjalani penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu agar diperkenankan masuk ke dalam kebahagiaan surgawi. Dengan demikian, api penyucian bukanlah tempat antara surga dan neraka, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai proses untuk masuk Surga. Jadi, api penyucian adalah tempat atau proses dimana seseorang yang beriman harus terlebih dahulu menderita dan dihukum sementara akibat dosa yang dilakukan semasa hidup sebelum masuk ke dalam Kerajaan Allah yang kekal. Akan tetapi, doktrin Kristen Protestan menolak ajaran api penyucian tersebut. Umat Kristen Protestan mempercayai bahwa seseorang dibenarkan oleh iman kepada Tuhan Yesus Kristus saja dan kebenaran-Nya telah diberikan / dipertalikan kepada orang itu, sehingga apabila meninggal dunia, ia akan langsung masuk Surga ke dalam hadirat Allah (2 Kor 5:6-10; Fil 1:23).

"Purgatori" / "Api Penyucian"
Salah satu aspek yang tidak disetujui oleh umat Kristen Protestan tentang doktrin api penyucian adalah kepercayaan bahwa manusia dapat dan harus menebus dosa-dosanya sendiri. Menurut Kristen Protestan, pandangan ini berarti merendahkan kecukupan dan kemujaraban penebusan Kristus di atas kayu salib. Secara implisit, doktrin Kristen Katolik Roma ini menunjukkan bahwa penebusan Kristus di atas kayu salib merupakan pembayaran yang tidak cukup bagi dosa-dosa orang yang percaya kepada-Nya, sehingga seorang percaya harus menebus / membayar dosa-dosanya sendiri di api penyucian. Bagi umat Kristen Protestan, Alkitab mengajarkan bahwa hanya kematian Kristus saja yang bisa mengambil hati, memuaskan, menghilangkan dan mendamaikan murka Allah terhadap orang-orang berdosa (Rom 3:25; Ibr 2:17; 1 Yoh 2:2; 1 Yoh 4:10). Perbuatan-perbuatan baik seseorang tidak dapat menambahkan / mengurangi apa yang telah Kristus selesaikan / kerjakan lewat karya penebusan-Nya di atas kayu salib.


6. Doktrin "Orang Kudus"

Para orang kudus ("saint" dalam bahasa Inggris, disingkat "St" dan ditaruh di depan nama), merupakan orang-orang yang memiliki iman yang sangat kuat sehingga dipercaya sudah masuk Surga. Orang kudus laki-laki disebut "santo", sementara yang perempuan disebut "santa".

Santo Simon Petrus
Nama-nama para orang kudus ini biasanya digunakan sebagai nama gereja, misalnya adalah Gereja Santa Maria; Gereja Santo Petrus; dan lain-lain. Para orang kudus ini juga memiliki hari perayaannya masing-masing (misalnya hari raya Santo Valentinus yang dirayakan setiap 14 Februari). Selain itu, nama para orang kudus ini juga digunakan sebagai nama baptis bagi umat Kristen Katolik Roma, dengan harapan ketika dewasa, mereka dapat meneladani para orang kudus yang namanya digunakan tersebut. Nama-nama santo dalam Kristen Katolik Roma biasanya diakhiri dengan –us, misalnya Petrus; Paulus; Fransiskus; dan lain-lain.

Dalam hal ini, umat Kristen Katolik Roma mempercayai bahwa semua orang beriman dipanggil untuk menjadi rekan sekerja Kristus (1 Kor 3:9). Kalau orang beriman dipanggil menjadi rekan sekerja Kristus, apalagi Bunda Maria dan para orang kudus. Bunda Maria dan para orang kudus adalah mereka yang telah sungguh-sungguh bekerjasama dengan rahmat Allah, sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah. Selain itu, Kristen Katolik Roma juga memandang bahwa kematian tidaklah memisahkan orang-orang yang telah dibenarkan oleh Allah dengan umat Allah di dunia ini (Rom 8:38-39).

Sementara itu, di dalam Kristen Protestan, pemujaan kepada para orang kudus adalah hal yang dilarang. Karena itulah, umat Kristen Protestan tidak berdoa, memuja atau beribadah kepada Bunda Maria, orang-orang kudus, atau kepada malaikat. Karena itu pula, umat Kristen Protestan umumnya menggunakan nama-nama tokoh Alkitab atau nabi sebagai nama baptis, contohnya adalah Abraham; Samuel; Daniel; Amos; Hosea; dan lain-lain. Kristen Protestan juga memandang, bahwa orang-orang yang telah meninggal dunia, sama sekali telah terpisah dari umat Allah yang masih hidup / mengembara di dunia ini, dan perbuatan-perbuatan mereka yang turut berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah, membuat mereka telah menikmati kebahagiaan surgawi bersama Allah dan tidak dapat berhubungan secara langsung dengan umat Allah di dunia ini.


HIERARKI (TINGKATAN)

Romo Katolik
Para pemuka agama Kristen Katolik Roma memiliki hierarki sebagai berikut: romo / pastur – uskup – kardinal – paus. Dengan adanya tangga hierarki itu, para pemuka agama Katolik dapat naik jabatan, bahkan dapat menjadi Paus. Semua Paus dahulu juga berawal dari seorang romo biasa. Akan tetapi, pemuka agama Kristen Protestan (pendeta) tidak memiliki hierarki semacam itu.

Pendeta Protestan
Karena pemuka agama Katolik terdapat hierarki, maka Gereja Katolik pun juga terdapat hierarki, yaitu kapel (gereja kecil) – gereja paroki (tempat kedudukan pastur) – katedral (tempat kedudukan uskup / kardinal) – basilika (tempat kedudukan paus). Semakin tinggi tingkatannya biasanya ukurannya juga semakin besar. Sedangkan Gereja Protestan tidak memiliki hierarki. Jadi, biasanya yang namanya katedral itu merupakan Gereja Katolik (walaupun ada beberapa Gereja Protestan yang menggunakan istilah "katedral").


KEDUDUKAN GENDER DAN KERAHIBAN

Biarawati
Dalam Kristen Katolik Roma hanya laki-laki yang diperbolehkan menjadi romo, sedangkan perempuan tidak boleh. Sedangkan dalam Kristen Protestan, baik laki-laki dan perempuan diberikan hak yang sama menjadi pendeta (walau lebih sering pendeta laki-laki). Namun dalam Kristen Katolik Roma, wanita yang ingin mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan dapat menjadi suster (biarawati). Syarat menjadi suster yaitu tidak diperbolehkan menikah dan harus memakai kerudung seumur hidupnya. Bahkan di negara-negara Barat, pakaian suster yang serba tertutup ini sekilas sangat mirip dengan jilbab. Para pemuka agama Kristen Katolik Roma mulai dari romo hingga Paus juga tidak diperbolehkan menikah alias hidup membujang selamanya. Istilahnya dalam Katolik yaitu "hidup selibat". Hal ini agar para pemuka agama Katolik dapat berkonsentrasi dalam mengajarkan agama Katolik. Sedangkan dalam Kristen Protestan, pemuka agama seperti pendeta diperbolehkan menikah.


PERIBADATAN

Peribadatan umat Kristen Katolik Roma disebut misa, sedangkan peribadatan umat Kristen Protestan disebut kebaktian. Keduanya berbeda dalam hal isi maupun tata cara pelaksanaannya.


PERNIKAHAN


Pada dasarnya, Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan sama-sama mengajarkan bahwa pernikahan di hadapan Tuhan hanya boleh terjadi sekali seumur hidup (Mat 19:6; Mrk 10:9). Perbedaannya adalah, pernikahan di Kristen Katolik Roma benar-benar hanya boleh terjadi sekali seumur hidup dan pihak Gereja Katolik tidak mengijinkan pernikahan yang berikutnya dilakukan di Gereja Katolik manapun, kecuali jika salah satu pasangan tidak dapat meneruskan pernikahan secara "tetap" (contohnya meninggal dunia). Akan tetapi dalam Gereja Protestan, tiap gereja menerapkan aturan / langkah yang berbeda-beda dalam menyikapi hal tentang pernikahan ini.


PENGGUNAAN PATUNG

Salib Protestan (kiri) & Salib Katolik (kanan)
Gereja Katolik biasanya dihias dengan patung-patung, seperti patung Yesus Kristus, Bunda Maria, para santo / santa, hingga patung malaikat. Hal ini dimaksudkan agar punya pandangan seperti apa mereka itu (tidak abstrak). Akan tetapi, Kristen Protestan mengharamkan penggunaan patung dalam gereja karena dianggap berhala. Implikasi dari pelarangan patung ini, salib Katolik memiliki patung Yesus di tengahnya, sedangkan salib Protestan hanya salib biasa tanpa patung Yesus di tengah.


KESIMPULAN

Perbedaan-perbedaan teologis ini sangat penting untuk kita ketahui. Akan tetapi, perbedaan-perbedaan teologis tersebut tidak boleh membuat kita saling memusuhi atau saling membenci, apalagi saling membunuh dan perang saudara. Kita tidak boleh mengabaikan banyak kepercayaan-kepercayaan utama yang mempersatukan kita sebagai sesama umat beragama. Kita semua menyembah Tuhan yang sama, yang memerintahkan kita agar sebagai sesama umat-Nya untuk dapat saling mengasihi, saling membantu, saling mengingatkan, saling bekerja-sama, dan saling menghormati. Prinsipnya adalah seperti yang dinyatakan oleh sejarawan gereja terkenal Philip Schaff, "dalam hal-hal esensial kita bersatu, dalam hal-hal tidak esensial kita bebas bersikap, tetapi di dalam segala hal kita harus saling mengasihi." Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar